Beranda | Artikel
Silsilah Fiqih Pendidikan Anak No 123: MEMUKUL ANAK ITU ADA ATURANNYA Bagian 3 (selesai)
Senin, 17 Oktober 2022

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 123
MEMUKUL ANAK ITU ADA ATURANNYA Bag-3 (selesai)

 

Aturan memukul anak dalam Islam itu sangat ketat dan teramat detil. Bukan asal memukul. Pada pertemuan sebelumnya telah dijelaskan beberapa aturan tersebut. Berikut kelanjutannya:

Ketujuh: Tidak memukul saat emosi

Sebab biasanya pukulan yang dilancarkan saat emosi, hanya bertujuan untuk melampiaskan kemarahan. Sehingga tidak terkontrol. Hal ini membahayakan fisik anak dan juga menyakiti hatinya.

Abu Mas’ud al-Badriy radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Aku pernah memukuli budakku dengan cambuk. Tiba-tiba aku mendengar suara dari belakangku, “Abu Mas’ud, perhatikan!”. Aku tidak paham suara siapa itu, saking emosinya. Saat dia mendekatiku, baru aku sadar bahwa beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Abu Mas’ud, perhatikan! Abu Mas’ud, perhatikan!”. Maka akupun menjatuhkan cambuk itu dari tanganku. Beliau bersabda,

اعْلَمْ، أَبَا مَسْعُودٍ، أَنَّ اللهَ أَقْدَرُ عَلَيْكَ مِنْكَ عَلَى هَذَا الْغُلَامِ

“Perhatikan wahai Abu Mas’ud. Sungguh Allah lebih mampu untuk menghukummu, melebihi kemampuanmu untuk menghukum budak ini”. Aku pun berkata, “Aku tidak akan pernah memukul seorang budak pun setelah ini”. HR. Muslim.

Hadits ini aslinya sedang membahas tentang larangan menyiksa budak, tanpa alasan syar’i atau secara berlebihan. Namun larangan ini juga diberlakukan kepada istri dan anak.

Kedelapan: Tidak boleh memukul anak sebelum tamyiz

Sebab ketika usia anak belum tamyiz ia belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga dia belum bisa memahami mengapa ia dipukul. Dia hanya merasakan fisiknya terasa sakit akibat dipukul. Tanpa tahu sebabnya kenapa ia dipukul. Hal ini tidak baik untuk perkembangan kondisi psikologi anak.

Bahkan sebagian ulama melarang menggunakan pukulan sebelum usia 10 tahun. Dengan alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya merekomendasikan pukulan setelah usia 10 tahun. Itupun untuk pelanggaran berat, berupa meninggalkan shalat.

Kesembilan: Tidak terlalu sering menggunakan pukulan

Pukulan adalah alternatif terakhir, setelah berbagai cara halus tidak berefek. Sehingga seharusnya penggunaannya jarang. Bahkan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan,

“مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ”

“Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya sama sekali. Tidak kepada istri beliau ataupun pembantunya”. HR. Muslim.

Terlalu sering menggunakan pukulan akan berakibat anak terganggu dari aspek emosi. Bahkan bisa membuat anak semakin liar. Cenderung stres dan tidak merasa percaya diri.

Kesepuluh: Hentikan pukulan saat anak meyadari kesalahannya

Karena pukulan hanyalah sarana untuk mencapai suatu tujuan. Bila tujuannya telah tercapai, maka sarana tersebut ditinggalkan. Jangan sampai terpancing emosi untuk terus menerus memukul. Apalagi anak sudah meminta ampun.

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 9 R. Tsani 1440 / 17 Desember 2018


Artikel asli: https://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-no-123-memukul-anak-itu-ada-aturannya-bagian-3-selesai/